Selasa, 15 Desember 2009

Fenomena tahun 2012

Tahunan
Rekomendasikan 164 rekomendasi
Kirim Kirim via YM Cetak
Jakarta (ANTARA) – Seorang peneliti
dari Lembaga Penerbangan dan
Antariksa
Nasional (Lapan) menyatakan
fenomena meningkatnya aktivitas
matahari yang
menurut ramalan suku Maya terjadi
pada 2012 tidak perlu dikhawatirkan
apalagi
dihubungkan dengan hari kiamat.
Peneliti astronomi dan astrofisik
Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional
(Lapan) yang baru saja dikukuhkan
sebagai profesor riset Indonesia Dr
Thomas
Djamaluddin Msc, Rabu,
menyatakan tidak ada yang
istimewa dari fenomena alam
2012 itu karena hanya siklus 11
tahunan meningkatnya aktivitas
matahari.
“ Fenomena 2012 yang
menghebohkan masyarakat lebih
banyak berawal dari
ramalan suku Maya, bukan berasal
dari alasan ilmiah. Kalau kemudian
memang ada
fenomena 2012 alasan ilmiahnya
apa? Tapi yang lebih banyak
diungkapkan justru
bukan sainsnya, ” kata Thomas usai
dikukuhkan sebagai profesor riset di
kantor
Lapan Jakarta.
Menurut Thomas, fenomena
aktivitas puncak matahari
sebelumnya diperkirakan terjadi
pada 2011, namun titik minimumnya
bergeser sehingga diperkirakan
terjadi pada 2012. Namun, sekarang
pun ada pergeseran lagi sehingga
kemungkinan terjadi pada
2013.
Secara alamiah, tegas Thomas, tidak
ada yang istimewa karena itu
merupakan siklus 11 tahunan.
“ Terakhir terjadi pada 1989
kemudian pada 2000, dan nanti 2012
atau 2013 akan terjadi lagi. ”
Orang kemudian mengkhawatirkan
terjadi badai matahari, padahal tidak
akan ada badai matahari dahyat
yang menimbulkan dampak
parah.
Badai matahari pada dasarnya
adalah fenomena bumi yang sering
terjadi bukan saja saat aktivitas
matahari mencapai puncak, tetapi
saat aktivitas mulai naik hingga
turun lagi tetap ada badai matahari.
Artinya memang frekuensi
kejadiannya lebih banyak pada saat
puncak. Tetapi, menurut Thomas,
kekuatan terbesarnya belum tentu
pada saat puncak. Sering kali yang
paling kuat justru setelah puncak.
“ Katakan puncak yang lalu terjadi di
2000, tetapi aktivitas matahari yang
paling besar, yang paling kuat justru
terjadi pada 2003, ”
katanya.
Perbincangan fenomena aktivitas
matahari ini juga berkembang, yang
kemudian dikaitkan lagi dengan
seolah-olah akan ada
tumbukan komet.
“Itu juga secara astronomi tidak ada
buktinya. Tidak ada informasi atau
perkiraan akan ada komet besar
yang menabrak bumi pada
2012. Kemudian ada lagi yang
memperkirakan ada planet Nibiru,
padahal planet Nibiru tidak dikenal
dalam astronomi,” jelas Thomas.
Berbagai perbincangan mengenai
fenomena 2012, seperti seolah-olah
berdasarkan teori astronomi ada
asteroit besar yang akan
menghantam bumi, sama sekali
tidak punya dasar atau tidak ada
alasan astronominya.
“ Jadi pada dasarnya kekhawatiran
2012 lebih banyak terkait dengan
penafsiran ramalan suku Maya, dan
oleh ketua suku Maya sendiri
sudah menyatakan bahwa 2012
bukan akhir dan itu hanyalah
pergantian item kalender yang
biasa,” kata dia.
Menurut Thomas, dampak dari
badai matahari yang ditimbulkan
dari percikan partikel matahari dan
menimbulkan medan magnit itu
selama ini hanya berdampak pada
keberadaan satelit di orbit dan
terhadap transformer fasilitas
jaringan listrik.
Badai matahari dapat menimbulkan
induksi ke fasilitas jaringan listrik
sehingga terjadi kelebihan beban
dan bisa menyebabkan trafo
meledak atau terbakar. Sampah
Antariksa Dalam orasi ilmiahnya
pada pengukuhannya sebagai
profesor riset bersama Dr Ir
Chunaeni
Latief Msc, Thomas juga
menyatakan bahwa wilayah
Indonesia yang dilalui garis ekuator
cukup panjang rentan menjadi
tempat
jatuhnya sampah antariksa yang
sekarang kian banyak.
“Sampah antariksa semakin lama
semakin banyak. Yang terpantau
oleh sistem jaringan pemantau
internasional ada sekitar 13 ribu
lebih dan ancamannya bisa
mengganggu satelit aktif. Dan salah
satunya pernah, sampah antariksa
bekas satelit Rusia menabrak
satelit aktif karena semakin banyak
satelit di antariksa kemungkinan
bertabrakan semakin besar, ”
katanya.
Indonesia yang berada di garis
ekuator memiliki kemungkinan lebih
besar untuk terkena risiko jatuhnya
sampah antariksa dibanding
kawasan lain. Oleh karena itu
Indonesia harus selalu waspada
karena berada pada wilayah yang
sering dilalui orbit satelit.
Hal itu harus menjadi perhatian
Lapan dalam memberikan
pelayanan informasi potensi bahaya
benda jatuh dari antariksa sehingga
kemungkinan terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan dapat dinetraliskan,
demikian Thomas Djamaluddin.
Bersama Thomas, peneliti Lapan Dr
Ir Chunaeni Latief Msc juga
dikukuhkan sebagai profesor riset
dalam bidang Opto Elektronika dan
Aplikasi Laser. Dalam orasinya ia
lebih mencermati kandungan dan
efek emisi gas rumah kaca (CO2)
dan pemanfaatan instumensi
Satklim LPN-1A untuk penelitiannya
yang bermanfaat bagi dunia
penerbangan, dan kajian
pemanasan global.

Minggu, 13 Desember 2009

cinta itu cinta

Mencintai… Bukanlah bagaimana kau
melupakan, melainkan bagaimana
kau memaafkan. Bukan bagaimana
kau mendengarkan, melainkan
bagaimana kau mengerti. Bukan apa
yang kau lihat, melainkan apa yang
kau rasakan.